Laporan Hasil Observasi



“Persiapan Pelaksanaan Ujian Nasional

di SMP Negeri 16 Bogor”

PEMBAHASAN

2.1 Profil Sekolah

Nama Sekolah : SLTP Negeri 16 Bogor

Alamat Sekolah : Jalan Kayumanis Kel. Kayumanis Tanah Sareal

Kota Bogor

No. Telpon : (0251) 7533392 dan 7538492

No. Rekening : 0001674161100 atas nama SMP Negeri 16 Bogor

N S S : 20.1.02.61.06.035


Kepala Sekolah

a. Nama Lengkap : ROKHMAT, S.Pd.

b. N I P : 131 268 345


1. Kondisi Siswa

a. Rasio Siswa yang diterima dan Pendaftar

a. Rasio Siswa yang diterima dan Pendaftar

Tahun Pelajaran

Jumlah Siswa

Rasio Siswa Kelas I

Yang diterima dan Pendaftar

2003/2004

2004/2005

2005/2006

2006/2007

2007/2008

1098

1040

1034

1012

1014

374/575

359/460

364/579

364/657

396/479

b. Keadaan NEM/testing Siswa Baru Kelas I

Tahun Pelajaran

Jumlah Siswa

NEM/NUS

Tertinggi - Terendah

Rataan

Keterangan

2003/2004

2004/2005

2005/2006

2006/2007

2007/2008

374

359

364

364

376

40,60 – 29,75

45,40 – 29,70

40,90 – 35,75

43,65 – 33,30

34,25 – 21,10

32,71

33,88

38,48

35,94

24,34



2.2 Profil Narasumber

Nama : Drs. Tatang Fauzi Kadir

Tempat Lahir : Tasikmalaya

Tanggal Lahir : 24 Maret 1965

NIP : 131961762

Riwayat Pendidikan :

1. SDN Kiarajangkung No 1 Tasikmalaya

2. SMP Negeri Condong Tasikmalaya

3. SGON Tasikmalaya

4. IKIP Negeri Yogyakarta

Jurusan Pendidikan Olahraga

Riawayat Pekerjaan :

1. Tahun 1991 diangkat sebagai Guru di SMP Negeri Parungpanjang Kab. Bogor

2. Tahun 1994 Mutasi ke SMP Negeri Semplak ( SMP Negeri 16 Kota Bogor)

3. Tahun 1995 s.d 2005 diangkat sebagai PKS Kurikulum

4. Tahun 2007 s.d sekarang diangkat lagi sebagai PKS Kurikulum

2.3 Pelaksanaan Observasi

Hari/Tanggal : Senin, 2 Maret 2009

Sabtu, 14 Maret 2009

Senin, 16 Maret 2009

Narasumber : Drs. Tatang Fauzi Kadir

Pembantu Kepala Sekolah bidang Kurikulum

Tempat : SMP Negeri 16 Bogor

Teknik pengumpulan data yang saya gunakan dalam kegiatan observasi ini yaitu metode wawancara, dengan memberikan beberapa point pertanyaan yang selanjutnya dijawab satu-persatu secara bergantian oleh Bapak Tatang. Beliau memberi penjelasan dan saya mencatat penjelasan-penjelasan penting yang saya butuhkan sebagai data dalam laporan observasi ini. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persiapan sekolah dalam menghadapi Ujian Nasional pada akhir April nanti.

Observasi pada hari pertama, saya melakukan wawancara dengan narasumber Bapak Tatang Fauzi Kadir selaku PKS Kurikulum di SMP Negeri 16 Bogor. Lalu pada hari kedua saya mengambil data-data yang bisa saya lampirkan dan pada hari ketiga saya mendokumentasikan pelaksanaan observasi saya dalam foto serta membuat surat keterangan telah melaksanakan observasi di sekolah tersebut.

Hal ini tidak bisa selesai dilaksanakan dalam 1 hari dikarenakan kesibukan narasumber yang mengajar dan mengurus persiapan-persiapan UN terutama persiapan untuk TUC yang akan dilaksanakan untuk ketiga kalinya pada akhir Maret dan merupakan TUC terakhir sebelum menghadapi UN akhir April 2009 nanti.

2.4 Laporan Hasil Observasi

Dalam wawancara bersama narasumber, beliau mengatakan bahwa Ujian Nasional (UN) bagus dan memang perlu dilaksanakan sebagai standarisasi pendidikan, namun tetap UN jangan dijadikan sebagai vonis kelulusan peserta didik. Karena dengan keadaan negara Indonesia yang sangat heterogen dimana keadaan di tiap-tiap daerah itu sangat berbeda-beda, baik dari segi sarana dan prasarana maupun keadaan daerahnya maka tidak bisa kelulusan peserta didik hanya diukur dari UN. Karena penilaian ini cenderung tidak adil dimana hanya dari segi kognitif yang disamakan menjadi tolak ukur kelulusan melalui UN tanpa melihat segi afektif dan psikomotoriknya. Beliau lebih setuju dengan sistem lama dengan menggunakan NEM dimana menggabungakan antara nilai semester, nilai Ujian Sekolah dan Ujian Nasional.

Pelaksanaan UN pada tingkat Sekolah Menengah Pertama akan dilaksanakan pada tanggal 27 sampai 30 April 2009. Selain Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika, UN untuk siswa SMP ditambah dengan mata pelajaran IPA. Penambahan mata pelajaran IPA sudah berlangsung sejak UN tahun lalu. Dengan penambahan ini, menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk dapat lebih bekerja keras dalam membangun pendidikan. Soal-soal UN terbagi menjadi dua paket yaitu paket soal A dan soal B. Dalam UN siswa dalam 1 kelas terdiri dari 20 orang yang mendapat soal A dab B secara bersilang. Sehingga kedudukan dengan soal yang sama yaitu secara horizontal, tidak bersebelahan kanan dan kiri.

Pengawas dalam pelaksanaan UN yaitu diawasi oleh guru-guru dengan sistem silang antar sekolah berdasarkan sub rayon SMP kota Bogor. Dan juga pengawasan oleh Tim Pengawas Independen. Pengawasan ini dilakukan agar dapat mengurangi kecurangan-kecurangan yang mungkin akan terjadi. Dengan dua paket soal yang ada maka kecenderungan untuk bertanya ke teman sebelah menjadi berkurang dan dengan pengawas yang berasal dari sekolah lain maka fair antara guru dan murid yang diajar dapat berkurang.

Standar kelulusan (SKL) UN tahun ini yaitu sebesar 5,50 naik 0,25 dari UN tahun 2008 lalu. Dari masing-masing mata pelajaran yang diujikan tersebut nilai rata-rata minimal 4,25, dan boleh terdapat nilai 4,00 asalkan akumulasi perolehan nilai rata-rata dari enam pelajaran yang diujikan minimal mencapai 5,50. Kendati demikian, nilai 4,00 tersebut hanya diperbolehkan maksimal pada dua mata pelajaran.

Untuk menghadapi UN SMP Negeri 16 sudah melaksanakan persiapan-persiapan sejak tahun lalu. Sekolah ini mengikutsertakan siswa-siswi kelas 3 yang terdiri dari 9 kelas. Dan sudah dilakukan pendataan ulang ketika naik ke kelas 3 yaitu dengan mengisi data base siswa dan dipastikan sudah tidak ada kesalahan nama, tempat tanggal lahir, maupun keterangan-keterangan lainnya. Data tersebut kemudian akan dikirimkan ke pusat sebagai data perserta UN.

Persiapan-persiapan dalam akademik mengahadapi UN diantaranya yaitu dengan mengadakan pengayaan Selain itu juga diadakan pengayaan, pemetaan dan pemahaman akan bahan ujian dan juga melaksanakan Tes Uji Coba (TUC) agar siswa mendapat gambaran tentang pelaksanaan UN. TUC sudah dilaksanakan dua kali, yang pertama pada 4-5 November 2008, TUC kedua pada 14-15 Januari. Dari hasil TUC ini maka siswa yang masih dinyatakan belum lulus akan diberikan pengayaan lebih dalam lagi mengenai materi yang akan diujiankan tersebut. Dilihat dari pelaksanaan TUC pertama pada November tahun 2008 lalu, siswa-siswi yang dianggap belum lulus dapat diberi pengayaan lebih. Dari hasil TUC ini dapat dijadikan sebagai ukuran sejauh mana siswa-siswi memahami mata pelajaran yang akan diujikan dalam UN.

Dalam persiapan pelaksanan UN ini tentunya menemui kendala-kendala yang datang dari pihak siswa, guru, maupun sekolah. Kendala-kendala tersebut diantaranya yaitu :

- Siswa yang kurang motivasi dalam menghadapi UN sehingga mereka terkesan terlalu santai dalam persiapan mengahadapi UN nanti. Padahal seperti diketahui bahwa soal-soal yang diujikan berasal dari pusat dan bukan soal yang mudah dipecahkan. Dari hasil TUC masih tetap mata pelajaran matematika yang bisa menjadi sandungan peserta didik. BUkan hanya dari faktor soal namun para peserta ujian cenderung sudah nervous atau gugup ketika akan mengerjakan soal, sehingga proses dalam mengerjakan menjadi terganggu dan tidak maksimal.

- Dari segi guru yaitu sulitnya pengatuan jadwal, dimana guru terkadang tidak hanya mengajar di satu sekolah, tetapi ada yang merangkap mengajar di sekolah lain dan ada juga yang mengajar di tempat les privat atau bimbingan belajar. Hal inilah yang kadang membuat pengaturan jadwal menjadi kendala tersendiri, guru harusnya memiliki komitmen untuk memenuhi jadwal untuk memepersiapkan perserta didik untuk menghadapi ujian.

- Masalah yang sering timbul dalam persiapan UN di sekolah yaitu masalah pendataan siswa yang akan mengikuti UN dimana sering terjadi kesalahan baik identitas peserta didik maupun kesalahan pengetikan data. Sehingga data yang sekolah harus kirimkan ke pusat tidak dapat diproses dengan cepat. Dan kadang dilakukan berulang-ulang sehingga tidak efektif dan efisien.

Pendistribusian soal dibogor ada dua rayon. Soal diambil ketika pagi hari saat akan UN dan langsung dikumpulkan kembali ke rayon pada saat selesai dikerjakan oleh peserta didik. Cara ini diharapkan akan mengurangi kecenderungan untuk berbuat tidak jujur.

Strategi-strategi yang dilakukan oleh sekolah dalam menghadapi UN yaitu :

- Dari segi akademis sekolah mengadakan pengayaan tentang materi-materi yang akan diujikan serta melakukan TUC di sekolah untuk mengetahui sejauh mana peserta didik mengusai materi yang akan diujikan. Dengan dilakukan pengayaan tambahan merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk menghadapi soal-soal ujian, sehingga nilai yang terlihat kurang memuaskan pada saat TUC dapat diperbaiki.

- Bagi para guru dianjurkan untuk lebih memahami dan mendalami materi esensial yang ada dalam soal-soal UN.

- Dari segi spiritual tentunya dengan berdoa. Seperti diadakan pengajian di Mesjid pada pagi hari bagi yang beragama Islam.

Harapan ke depan dalam pelaksanaan UN yaitu :

- UN dilaksanakan tetapi dengan catatan bahwa UN jangan dijadikan unsur untuk menjudge/menghakimi peserta didik. Dan jangan dijadikan satu-satunya tolak ukur dalam kelulusan. Namun dilihat juga dari unsur-unsur lainnya, dimana sarana dan prasarana maupun lingkungan sekolah yang berbeda-beda.

- Dijadikan sebagai bahan seleksi untuk jenjang yang lebih tinggi.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pasal 68, pelaksanaan ujian nasional bermaksud agar hasil UN dijadikan sebagai pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, sebagai dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, sebagai penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan, dan sebagai pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal-hal ini sebenarnya tidak menuai protes oleh berbagai kalangan. Yang sering mendapat kritikan keras yaitu ketika keberadaan UN dijadikan salah satu penentu kelulusan anak didik yang menempuh ujian. Tampaknya memang tidak adil bila suka duka seorang siswa selama tiga tahun hanya ditentukan oleh ujian selama tiga atau empat hari.

Ada isu bahwa soal UN akan dibuat dalam beberapa kategori sesuai dengan daerah. Namun sampai saat ini soal-soal belum dibedakan berdasarkan daerah. Dengan diadakannya Standar kelulusan nasional maka akan sulit jika diadakan ujian berdasarkan daerah. Karena sebenarnya tujuan dari UN sendiri untuk menstandarisasikan penilaian kemampuan peserta didik. Seandainya soal ujian dibedakan berdasarkan daerah maka bisa terjadi kemungkinan bahwa seorang peserta didik merupakan yang terpandai di daerahnya namun ketika dia melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di daerah lain dikawatirkan dia tidak bisa mengikuti pembelajaran di daerah yang berbeda tersebut. Jadi tidak bisa dijadikan sebagai jaminan jika UN berdasarkan daerah.

Selain penilaiannya kurang komplit UN bagaikan vonis mematikan yang tidak bisa ditawar-tawar. Andaikan UN tidak dijadikan salah satu penentuan kelulusan, pelaksanaannya hanya sekadarnya. Siswa dan komunitas pendidikan tidak greget, dan hal ini tidak seimbang dengan besaran biaya penyelenggaraan UN yang tidak sedikit. Fakta inilah yang tampaknya mengilhami pemerintah menjadikan UN sebagai penentu kelulusan seorang siswa. Secara teoritis UN hanya digunakan sebagai salah satu faktor penentuan kelulusan, namun dalam realitas UN merupakan satu-satunya penentu kelulusan. Sampai saat ini belum terdengar siswa tidak lulus gara-gara ujian sekolah (US) yang jelek. Mayoritas tetap bertumpu pada keberhasilan UN dan persoalan US, sekolah dapat menyiasati. Bila merenung fenomena ini, sebenarnya ukuran berhasil tidaknya siswa dalam menempuh pendidikan hanya semata-mata di ukur oleh keberhasilan menggapai nilai UN.

3.2 Saran

Sekolah sebaiknya tidak menganggap UN sebagai beban, melainkan sekolah mestinya mempunyai pemikiran agar lulusannya adalah lulusan yang mempunyai segudang keunggulan, bukan sekedar lulus UN saja. UN sebagai salah satu alat evaluasi peserta didik agar dapat dikaji lebih baik lagi melihat segala unsur yang ada.

Peran Guru sebagai Fasilitator


Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.

Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.

Berbeda dengan pola hubungan “top-down”, hubungan kemitraan antara guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar guru dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila:
Siswa secara penuh dapat mengambil bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran
Apa yang dipelajari bermanfaat dan praktis (usable).
Siswa mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan keterampilannya dalam waktu yang cukup.
Pembelajaran dapat mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya dan daya pikir siswa.
Terbina saling pengertian, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa

Di samping itu, guru seyogyanya dapat memperhatikan karakteristik-karakteristik siswa yang akan menentukan keberhasilan belajar siswa, diantaranya:
Setiap siswa memiliki pengalaman dan potensi belajar yang berbeda-beda.
Setiap siswa memiliki tendensi untuk menentukan kehidupannnya sendiri.
Siswa lebih memberikan perhatian pada hal-hal menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannnya.
Apabila diminta menilai kemampuan diri sendiri, biasanya cenderung akan menilai lebih rendah dari kemampuan sebenarnya.
Siswa lebih menyenangi hal-hal yang bersifat kongkrit dan praktis.
Siswa lebih suka menerima saran-saran daripada diceramahi.
Siswa lebih menyukai pemberian penghargaan (reward) dari pada hukuman (punishment).

Selain dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar dan memperhatikan karakteristik individual, juga guru dapat memperhatikan asas-asas pembelajaran sebagai berikut:
Kemitraan, siswa tidak dianggap sebagai bawahan melainkan diperlakukan sebagai mitra kerjanya
Pengalaman nyata, materi pembelajaran disesuaikan dengan pengalaman dan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Kebersamaan, pembelajaran dilaksanakan melalui kelompok dan kolaboratif.
Partisipasi, setiap siswa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan sehingga mereka merasa bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan tersebut, sekaligus juga bertanggung atas setiap kegiatan belajar yang dilaksanakannya.
Keswadayaan, mendorong tumbuhnya swadaya (self supporting) secara optimal atas setiap aktivitas belajar yang dilaksanakannya.
Manfaat, materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat memberikan manfaat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi siswa pada masa sekarang mau pun yang akan datang.
Lokalitas, materi pembelajaran dikemas dalam bentuk yang paling sesuai dengan potensi dan permasalahan di wilayah (lingkungan) tertentu (locally specific), yang mungkin akan berbeda satu tempat dengan tempat lainnya.

Pada bagian lain, Wina Senjaya (2008) mengemukakan bahwa agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai fasilitator, maka guru perlu memahami hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber belajar. Dari ungkapan ini, jelas bahwa untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator, guru mutlak perlu menyediakan sumber dan media belajar yang cocok dan beragam dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan tidak menjadikan dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar bagi para siswanya.

Terkait dengan sikap dan perilaku guru sebagai fasilitator, di bawah ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan guru untuk dapat menjadi seorang fasilitator yang sukses:
Mendengarkan dan tidak mendominasi. Karena siswa merupakan pelaku utama dalam pembelajaran, maka sebagai fasilitator guru harus memberi kesempatan agar siswa dapat aktif. Upaya pengalihan peran dari fasilitator kepada siswa bisa dilakukan sedikit demi sedikit.
Bersikap sabar. Aspek utama pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Jika guru kurang sabar melihat proses yang kurang lancar lalu mengambil alih proses itu, maka hal ini sama dengan guru telah merampas kesempatan belajar siswa.
Menghargai dan rendah hati. Guru berupaya menghargai siswa dengan menunjukan minat yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan pengalaman mereka
Mau belajar. Seorang guru tidak akan dapat bekerja sama dengan siswa apabila dia tidak ingin memahami atau belajar tentang mereka. 
Bersikap sederajat. Guru perlu mengembangkan sikap kesederajatan agar bisa diterima sebagai teman atau mitra kerja oleh siswanya
Bersikap akrab dan melebur. Hubungan dengan siswa sebaiknya dilakukan dalam suasana akrab, santai, bersifat dari hati ke hati (interpersonal realtionship), sehingga siswa tidak merasa kaku dan sungkan dalam berhubungan dengan guru.
Tidak berusaha menceramahi. Siswa memiliki pengalaman, pendirian, dan keyakinan tersendiri. Oleh karena itu, guru tidak perlu menunjukkan diri sebagai orang yang serba tahu, tetapi berusaha untuk saling berbagai pengalaman dengan siswanya, sehingga diperoleh pemahaman yang kaya diantara keduanya.
Berwibawa. Meskipun pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang akrab dan santai, seorang fasilitator sebaiknya tetap dapat menunjukan kesungguhan di dalam bekerja dengan siswanya, sehingga siswa akan tetap menghargainya.
Tidak memihak dan mengkritik. Di tengah kelompok siswa seringkali terjadi pertentangan pendapat. Dalam hal ini, diupayakan guru bersikap netral dan berusaha memfasilitasi komunikasi di antara pihak-pihak yang berbeda pendapat, untuk mencari kesepakatan dan jalan keluarnya.
Bersikap terbuka. Biasanya siswa akan lebih terbuka apabila telah tumbuh kepercayaan kepada guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru juga jangan segan untuk berterus terang bila merasa kurang mengetahui sesuatu, agar siswa memahami bahwa semua orang selalu masih perlu belajar
Bersikap positif. Guru mengajak siswa untuk mamahami keadaan dirinya dengan menonjolkan potensi-potensi yang ada, bukan sebaliknya mengeluhkan keburukan-keburukannya. Perlu diingat, potensi terbesar setiap siswa adalah kemauan dari manusianya sendiri untuk merubah keadaan

sumber : http://www.psb-psma.org/content/blog/peran-guru-sebagai-fasilitator

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?p=861#more-861



Pemberdayaan Guru

January 03, 2009 By: HidayahHD

Konsep pemberdayaan guru bersifat humanistik. Pengekuan terhadap potensi seorang guru untuk diaktualisasikan melalui pembinaan dan penyediaan iklim yang kondusif, serta melakukan pekerjaan secara kreatif.

Dalam konteks manajemen mutu terpadu pendidikan, pemberdayaan guru termasuk pegawai, salah satunya melalui pembagian tanggung jawab. Di sini jelas bahwa keberadaan guru sebagai staf dalam proses pengajaran di lembaga pendidikan menjadi salah satu pilar kepemimpinan pendidikan. Dengan kata lain, para guru harus diberi peluang untuk memperbaiki pembelajaran murid dengan cara memberdayakannya dengan otonomi, pengembangan kemampuan, serta meningkatkan penghargaan terhadap prestasi guru.

Saat ini di Indonesia, sebenarnya sebagian besar sudah berpendidikan tinggi, minimal diplima dua bahkan pada sebagian sekolah dasar sudah mulai ada guru yang berpendidikan S1. Mereka ini perlu diberdayakan untuk berdedikasi, mau bejkerja keras dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai wahana kelompok pengawasan mutu pembelajaran. Mereka perlu diberdayakan untuk dapat berkomunikasi dengan para birokrat, administrator, politikus, orang tua, pelaku bisnis, pelajar bahkan profesor dari perguruan tinggi. Semua itu diarahkan pada upaya-upaya untuk menolong mereka agar mau memperbaharui proses pengajaran supaya lebih bermutu.

Untuk itu, guru-guru harus diberikan kekuasaan lebih besar untuk bertindak dan otonomi lebih besar dalam hampir semua yang mereka lakukan. Sudahbarang tentu dengan didasrkan pada komitmen untuk mengembangkan budaya mutu bagi sekolah. pada gilirannnya, pemberdayaan guru mengacu pada pemberian kewenangan penuh dalam melakukan perbaikan mutu sejalan dengan budaya mutu yang dikembangkan, sehingga inisiatif, kretivitas, dan sikap proaktifnya tumbuh dengan penuh tanggung jawab bagi sekolah.

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?m=200901&paged=3



PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN

January 02, 2009 By: Diah Rahmawati_27

F Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.


Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.


Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.


Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.

Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.


Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.


Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.


Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_154.html

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?p=879#more-879



Tantangan Guru terhadap Paradigma KTSP

January 03, 2009 By: Dwiani listya27

Oleh:DRS M NURSALIM MPD,Pengawas Sekolah Kota Malang dan pemerhati KORUM Kota Malang

Secara umum ada tiga ciri kompetensi yang diamanahkan oleh undang-undang, yaitu menanamkan upaya memeperoleh pengetahuan, memiliki ketrampilan dan menanamkan nilai-nilai/sikap pada peserta didik. Ketiga aspek dasar ini merupakan dasar penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Merubah Pola Pikir
Dalam penerapan suatu kurikulum, pengelola dan pelaksana pendidikan seharusnya memiliki pandangan kedepan yang kreatif dan inovatif. Sebab paradigma pendidikan juga turut berkembang, seperti sifat pengajaran berkembang menjadi pembelajaran; teacher centre berkembang ke student centre; guru bukan lagi penceramah tetapi guru fasilitator dan mediator; metode pembelajaran juga bervariasi.
Adanya perkembangan paradigma ini, guru harus pula dapat merubah pola pikir dan pola pendidikan lama ke arah yang baru. Sifat pengajaran yang berkembang ke pembelajaran memberikan pesan bahwa saat ini guru bukan satu-satunya sumber belajar karena masih banyak sumber belajar yang lain. Tinggal bagaimana guru dapat memotivasi siswa agar dapat memanfaatkan sumber-sumber belajar tersebut.
Usaha pencapaian tujuan pembelajaran, guru seharusnya sudah merancang sejak awal dan menatanya dalam silabus sehingga proses pelaksanaan pembelajaran lebih terarah. Silabus tersebut idealnya telah mengarah pada berbagai ranah, utamanya ranah kognitif, afektif dan psikomotor melalui apa yang dilihat, diamati, didengar,dan dirasakan dalam aktivitas pembelajaran siswa.
Sebagian diantara 177 macam cara membelajarkan siswa disebutkan B. Diedrich adalah: a) Visual activities seperti membaca, memperhatikan, gambar demonstrasi, percobaan, dsb; b) Oral activities seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, menginterviu, diskusi, interupsi, dsb. c). Writing activities seperti menulis cerita, karangan, membuat laporan, tes, angket, menyalin/ merangkum. d) Drawing activities seperti menggambar, grafik, peta. Diagram, pola/ alur, dsb. e) Motor activities seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak, dsb. f). Mental activities seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. g). Emotional activities seperti menaruh minat, merasa bosan, gugup, berani, tenang, gembira.h). Listening activities seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato, berpuisi, dsb.
Berbagai cara membelajarkan siswa diatas, bagi guru perlu disertai dengan berbagai sikap yang menarik dan disenangi oleh para siswa. Di antara sikap-sikap tersebut antara lain: Mempunyai pribadi yang menyenangkan; Tidak suka mengomel, mengejek, mencela, menyindir; Tidak pilih kasih, tidak mempunyai anak kesayangan; Tegas, sanggup menguasai kelas, membangkitkan rasa hormat pada murid; Menunjukkan perhatian pada murid dan memahami mereka (baik individu/ kelompok); Riang gembira, mempunyai perasaan humor dan suka menerima lelucon atas dirinya; Bersikap akrab seperti sahabat, merasa seorang anggota dalam kelompok kelas; Suka membantu dalam pekerjaan sekolah, menerangkan pelajaran dengan tegas dan jelas serta mendalam dan menggunakan contoh-contoh dalam pembelajaran; Betul-betul mengajarkan sesuatu yang berharga, bermakna bagi mereka; Berusaha agar pekerjaan sekolah menarik, membangkitkan keinginan belajar.
Selain hal-hal tersebut diatas, sebagai ujung tombak pendidikan, guru perlu memahami tentang tentang hakikat keilmuan bahwa ilmu atau keilmuan adalah bukan kumpulan fakta atau konsep yang harus dihafal tetapi segala sesuatu perlu dilogika dan dirasakan keberadaanya. Selain itu ilmu atau keilmuan akan selalu berkembang setiap saat yang sejalan dengan pemikiran dan peradaban manusia.
Hal yang tekhir ini diakui atau tidak merupakan tantangan terberat yang harus diemban oleh setiap guru dan umumnya oleh para pemegang kebijakan pendidikan, sebab hal tersebut merupakan kunci dan tujuan utama pencapain pendidikan dan pembelajaran. Tanpa didasari hal di atas pendidikan dan pembelajaran akan menciptakan manusia-manusia yang semakin jauh dengan Tuhan.(DRS M NURSALIM MPD,Pengawas Sekolah Kota Malang dan pemerhati KORUM Kota Malang)

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?p=921#more-921



Tingkatkan Mutu Siswa Lewat Profesional Guru

January 03, 2009 By: Susan 27

Teman-teman ne ada artikel yang ditulis oleh Bapak Aceng Nurzaman, S.Ag.
Semoga bermanfaat !!!!

UPAYA peningkatan mutu pendidikan di negara kita merupakan masalah yang harus dicari solusinya secara bersama-sama. Mutu (kualitas) pendidikan di negara kita jauh tertinggal dari negara-negara maju, yang mendesak unsur terkait menanganinya.

Di antaranya, pertama pemerintah harus lebih konsentrasi terhadap masalah itu, dan harus lebih respons terhadap masalah yang terkait dengan lingkungan pendidikan. Yakni, dengan berbagai cara mencari sistem pendidikan yang mengacu pada usaha untuk menyejajarkan kualitas pendidikan dengan negara maju.

Dalam kurun waktu kurang lebih enam tahun, pemerintah telah berupaya menuju ke arah peningkatan kualitas pendidikan. Yakni mengadakan perubahan sistem pendidikan dan memacu unsur terkait, agar nilai standar keberhasilan belajar lebih meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Pelatihan guru pun digelar, para siswa dipacu agar meningkatkan daya pikir serta mampu meningkatkan kreativitasnya. 

Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan selain upaya pemerintah yang telah dilaksanakan. Di antaranya pemerintah harus terus berupaya memfasiliasi sumber belajar yang komplet bagi sekolah negeri swasta, menaikkan anggaran pendidikan, meningkatkan subsidi bagi guru swasta (honorer).

Berdasarkan data tahun 1999 sebagaimana yang ditulis Dr. Dedi Supriadi (pakar pendidikan), ia membandingkan persentase kenaikan kesejahteraan guru di Indonesia dengan negara lain. Misalnya, gaji guru di Selandia Baru 185%, Prancis 157%, Amerika Serikat 128 %, Australia 116%, Belanda 111%, Swedia 235%, Firlandia 234%, Jerman, 213%, Skotlandia 120%, Australia, 115%. Bahkan di Norwegia gaji guru SD jauh lebih sejahtera dibanding pegawai di sektor industri dan di setiap musim panas dapat liburan dua kali ke Italia. 

Jika dibandingkan dengan negara kita, gaji guru lebih rendah dibanding dengan pegawai industri. Boro-boro bisa liburan ke luar negeri, untuk kehidupan sehari-hari saja harus mencari tambahan lain apalagi guru honorer. Yang kedua, peranan guru harus lebih meningkatkan profesionalisme, guru tidak hanya disanjung, dihormati, disegani, dikagumi, diagungkan, tetapi guru harus lebih mengoptimalkan rasa tanggung jawabnya. Peranan guru sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada pepatah Sunda mengatakan, guru adalah “digugu dan ditiru” (diikuti dan diteladani), berarti guru harus memiliki:

1. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Seorang guru harus mempersiapkan diri sedini mungkin, jangan sampai ia kerepotan ketika berhadapan dengan siswa. Penguasaan materi sangat penting, jangan sampai pengetahuan seorang guru jauh lebih rendah dibandingkan siswa, dan seorang guru harus terampil tatkala proses kegiatan belajar berjalan.

2. Kemampuan profesional yang baik. Seorang guru harus menjadikan, tanggung jawabnya merupakan pekerjaan yang digandrungi. Tidak bisa seorang guru hanya mengandalkan, mengajar merupakan sebagai pelarian dan adem ayem ketika menerima gaji di habis bulan. 

Penuh rasa tanggung jawab sangat dibutuhkan, kemampuan untuk mengajar sesuai disiplin ilmu yang dimilikinya. Ironisnya kenyataan kini masih ada seorang guru mengajar tidak sesuai bidangnya. Misalnya, jurusan matematika mengajar bahasa Indonesia, jurusan dakwah mengajar PPKn, jurusan bahasa Indonesia mengajar penjas dlsb.

3. Idealisme dan pengabdian yang tinggi. Hakikat seorang guru adalah pengabdian, dedikasi seorang guru harus tinggi, serta harus mampu menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dengan tujuan mendidik, membina, mengayomi anak didiknya.

4. Memiliki keteladanan untuk diikuti dan dijadikan teladan. Keteladanan seorang guru merupakan perwujudan dari realisasi kegiatan belajar mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat berpengaruh terhadap sikap siswa. Sebaliknya seorang guru yang berpenampilan premanisme, akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa.

Upaya meningkatkan profesio¬nalisme guru menurut Gerstner dkk., peranan guru tidak hanya sebagai teacher (pengajar), tapi guru harus berperan sebagai; (1) Pelatih (coach), guru yang profesional, yang berperan ibarat pelatih olah raga. Ia lebih banyak membantu siswanya dalam permainan, bedanya permainan itu adalah belajar (game of learning) sebagai pelatih, guru mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya. 

(2) Konselor, guru akan menjadi sahabat siswa, teladan dalam pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa, menciptakan suasana di mana siswa belajar dalam kelompok kecil di bawah bimbingan guru. 

(3) Manajer belajar, guru akan bertindak ibarat manajer perusahaan, ia membimbing siswanya belajar, mengambil prakarsa, mengeluarkan ide terbaik yang dimilikinya. Di sisi lain, ia sebagai bagian dari siswa, ikut belajar bersama mereka sebagai pelajar, guru juga harus belajar dari teman seprofesi. Sosok guru itu diibaratkan segala bisa.

Aspek itu telah diterapkan di negara maju seperti Amerika Serikat, keterkaitan dengan sistem pendidikan di negara kita dapat dijadikan patokan serta bahan studi banding. Menurut Dr. Dedi Supriadi, entah kebetulan atau tidak, sosok guru kita juga sering digambarkan seperti itu. Jauh sejak mulai belajar ilmu keguruan, para calon guru kita sudah tahu bahwa mereka dituntut memainkan peranan yang teramat banyak, meski lebih sering merupakan retorika daripada fakta.” 

Penulis, staf pengajar MTs Husainiyah dan SLTP FK Bina Muda Cicalengka.

http://gurukemas.wordpress.com/2007/04/18/tingkatkan-mutu-siswa-lewat-profesional-guru/

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?m=200901&paged=2



Guru Semakin Materialistik

January 03, 2009 By: Dwiani listya27

Guru yang sejak kecil kita sebut adalah pahlawan tanpa tanda nyatanya sekarang seakan butuh bayaran dari orangtua peserta didiknya. Pada akhirnya, guru menuntut kesejahteraan hidup ditanggung oleh peserta didiknya. Kebanyakan para guru tidak lagi main “gratisan” dalam membagi ilmunya. Sehingga ketika peserta didik diajar oleh guru yang hidupnya tergantung pada hasil mengajar di sekolah dan hal ini membuat kinerja guru tidak lagi profesional dibandingkan guru yang hidupnya sudah makmur (kaya).
Ukuran menjadi kategori guru pahlawan tanpa tanda jasa sekarang ini sangat sulit didapati. Syukurnya, masih ada beberapa guru yang masih berada dalam kategori pahlawan. Setiap kali mengajar, bukan sekedar transfer of knowledge tetapi juga educative (mendidik) dan keeping (mengawasi).
Sesalnya, guru yang berjiwa ideal seperti itu, sudah tidak lagi bersebaran bagai daun rontok dari batangnya. Kebiasaan guru yang lompat sana-sini berakibat tidak sempatnya guru untuk mendidik, mengawasi maupun lainya. Guru hanya dapat datang pada jam belajar, dan langsung kembali ketika bel sekolah berakhir. Terkadang guru sering bolos karena terburu-buru beraktivitas di tempat lain. Guru yang seperti ini, masih belum dikategorikan sebagai guru ideal.

Tipologi Guru
Banyak macam model tipologi guru, mulai dari guru idealis sampai guru materialis. Guru materialis, pada saat ini menjadi guru yang merugikan pada peserta didik. Pendidikan dan peserta didik sudah pasti menjadi tumbal para guru materialis. Sebab, guru yang seperti ini jelas memiliki tipologi bisnis. Segala aktivitas mengajar guru, baginya adalah tergantung sekali pada materi yang mereka peroleh. Ketika guru seperti ini, gajinya naik maka semangat mengajar tumbuh dan ketika gaji lambat turun berdampak guru seperti ini seenaknya sendiri dalam mengajar.
Sangat sulit sekali dengan sikap guru yang seperti ini. Padahal mereka sudah mengenyam pendidikan lebih dulu, malah karena lebih dulu, mereka memanfaatkan jabatan gurunya untuk membodohi peserta didik. Kasus membodohi peserta didik tidak saja terjadi pada sekolah-sekolah saja dan bahkan kasus membodohi di kalangan kampus juga masih sering terjadi dilakukan oleh para dosen yang berjiwa materialis tinggi.
Kerap sekali kasus-kasus pembodohan atau kasarnya adalah penipuan dilakukan dikalangan lingkungan pendidikan. Salah satu misal, seorang dosen yang memanfaatkan tugas-tugas mahasiswanya yang berupa makalah ataupun yang lain untuk dijadikan buku dan diterbitkan dosennya. Lebih parah lagi, buku yang diterbitkan memakai nama penulis dosen tersebut. Padahal isi buku bukanlah murni dari karya dosen bahkan dosen hanya sebagai editor.
Naik Pangkat
Pada saat ini, jabatan guru atau dosen merupakan jabatan yang banyak dimimpikan. Apalagi dikalangan dosen ada istilah kenaikkan pangkat. Dengan demikian, dosen banyak sekali yang berkejaran mencapai kenaikan pangkat. Tetapi sangat tragis, ketika seorang dosen demi naik pangkat dengan nilai poin-poin tertentu membuat para dosen berpikiran kreatif. Sayangnya, ide kreatif dosen tidak didukung kemampuan yang inovatif. Efeknya, cara apapun demi kenaikkan pangkat akan meraka jalani.
Realitanya, banyak pula dosen atau guru yang membuat karya tulis berupa penerbitan buku dibarengi dengan niat agar mendapatkan kenaikan pangkat. Sehingga isi buku pun tidak diperhitungkan dan leganya secara otomatis dengan naiknya pangkat, gaji pun juga naik.
Upaya naik pangkat sampai berujung ambisi menjadi guru besar atau profesor. Parahnya, gemelut cara dosen atau guru lakukan tidak dibarengi dengan ide kreatif yang inovatif, akibatnya pangkat hanya sekedar pangkat, profesor hanya sekedar atribut profesor atau yang lainnya. Pangkat tinggi, pangilan sudah profesor tetapi kapabilitas masih sama dengan umumnya, yakni hanya menjadi profesor lokal biasa.
Berbeda dengan dosen atau guru besar yang berkapabilitas. Mereka banyak dikenal orang, bukan karena mereka pandai berkampanye, tetapi mereka lebih pandai dalam bidang keilmuannya. Semisal dalam aspek penelitian, jurnal ilmiah, penemuan atau aspek lain pendukungnya. Tidak seperti profesor yang asal jadi profesor yang kreatif tak inovatif. Sehingga berkarya pun asal berkarya tidak memperhitungkan nilai keilmuannya. Tetapi, hal itu lumayan saja karena sudah menjadi profesor daripada tidak jadi profesor, “katanya”.
Dari model guru, dosen hingga profesor saya kira sudah menjadi pelengkap dari diri kita untuk membaca dalam rangka mempelajari pernak-pernik masalah pendidikan ataupun masalah lainnya. Kita dapat mengetahui dan mengevaluasi nasib pendidikan yang menjadi tumbal bisnis para pebisnis jasa ilmu. Bagaimana nasib mutu pendidikan jika pendidikan selalu saja menjadi kabing korban.
Walhasil, jika memang semua orang rata suka pada materilis. Alangkah baiknya jika hal itu dapat terminimalisir dengan bertambahnya keilmuan yang kita miliki. Sehingga guru maupun dosen atau profesor sekalipun dan kebetulan mereka dikatakan menjadi figur lebih dulu dalam mengeyam ilmu pengetahuan. Lebih bersikap seperti ilmuwan terdahulu baik seperti ilmuwan dari barat maupun dari timur, tetapi hal itu sama saja ketika kita membaca tidak mengamalkan.[]
*) Bayu Tara Wijaya
Alumni Pondok Pesantren Tanwirul Qulub Karang Geneng Lamongan

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?p=929#more-929



Guru Sebagai Pengelola Kelas

January 03, 2009 By: Istiara_27

Guru Sebagai Pengelola Kelas

Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar. Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena masing-masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya. Keberhasilan/kesuksesan guru mengajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar, demikian juga keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan pula oleh peran guru dalam mengajar. Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan (Ad. Rooijakkers, 1990:1). William Burton mengemukakan bahwa mengajar diartikan upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Dalam hal ini peranan guru sangat penting dalam mengelola kelas agar terjadi PBM bias berjalan dengan baik.

Mengajar adalah aktivitas/kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau lingkungan sekolah. Dalam proses mengajar, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai oleh guru yaitu agar siswa memahami, mengerti, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan. Tujuan mengajar juga diartikan sebagai cara untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku seorang siswa (Muchtar & Samsu, 2001:39).

Dalam hal ini tentu saja guru berharap siswa mau belajar, baik dalam jam pelajaran tersebut atau sesudah materi dari guru ia terima. Menurut Sagala (2003:12), belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik jika guru dan siswa sama-sama mengerti bahan apa yang akan dipelajari sehingga terjadi suatu interaksi yang aktif dalam PBM di kelas dan hal ini menjadi kunci kesuksesan dalam mengajar. Dengan demikian proses pembelajaran terjadi dalam diri siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut merespon situasi tertentu yang ia hadapi (Corey, 1986:195)

Siswa sebagai subjek belajar, mempunyai pandangan/harapan dalam dirinya. Beberapa pandangan siswa terhadap seorang guru yang mereka anggap sukses mengajar di kelas.

tidak membuat siswa bosan dan takut

mempunyai selera humor

tidak mudah marah

mau diajak berdialog dengan siswa

menghargai pendapat siswa dan tidak mudah menyalahkan

menghargai keberadaan siswa

tidak pilih kasih terhadap siswa

menguasai & menjelaskan materi dengan baik dan dimengerti oleh siswa serta mau memaparkan kembali ketika ada siswa belum jelas/belum paham.

Ternyata beragam pendapat siswa tersebut tidak ada satupun yang menganggap kesuksesan seorang guru jika seluruh kelas tuntas saat uji ompetensi/ulangan. Jika demikian, apakah ketuntasan dalam ujian menjadi tidak perlu? Para siswa menjawab bahwa ketuntasan dalam ujian merupakan bagian tanggung jawab siswa dalam belajar karena hal tersebut berhubungan dengan keberhasilan individu. Namun, sebagai guru, kita pun tentu tidak akan melepaskan tanggung jawab atas hasil belajar siswa.

Selain siswa, sedikit gambaran pendapat para guru tentang pandangan siswa tersebut. Bapak & ibu guru berpendapat bahwa mengajar dengan sukses itu:

jika siswa dapat menerima materi/bahan ajar dan hasilnya sesuai target yang diharapkan,

jika siswa antusias menyimak dan memberikan pertanyaan mendalam tentang materi yang mereka terima serta mengaplikasikannya,

jika program tercapai tepat waktu, materi dapat diterima siswa, dan terjadi perubahan dalam diri siswa

jika mampu membuat siswa mengerti apa yang diajarkan oleh guru serta ada perubahan dalam diri siswa, dan mereka me rasa nyaman dalam PBM,

jika dapat menyampaikan materi dengan cara/metode yang baik dan menarik, siswa memahami serta merespon dengan positif, aktif, dan hasil evaluasinya baik,

jika suasana kelas kondusif untuk belajar,

jika ada interaksi dalam PBM secara aktif, perubahan terjadi pada semua aspek.

Dari berbagai pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa mengajar dengan sukses adalah jika guru dapat memberikan materi kepada siswa dengan media dan metode yang menarik, menciptakan situasi belajar yang kondusif dalam kelas sehingga tercipta interaksi belajar aktif. Dengan begitu akan terjadi proses perubahan dalam diri siswa bukan hanya pada hasil belajar tetapi juga pada perilaku dan sikap siswa.

Jadi, mengajar dengan sukses itu tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan yang bersifat kognitif saja, tetapi di dalamnya harus ada perubahan berpikir, sikap, dan kemauan supaya siswa mau terus belajar. Timbulnya semangat belajar dalam diri siswa untuk mencari sumber-sumber belajar lain merupakan salah satu indikasi bahwa guru sukses mengajar siswanya. Dengan demikian kesuksesan dalam mengajar adalah seberapa dalam siswa termotivasi untuk mau terus belajar sehingga mereka akan menjadi manusia-manusia pembelajar. Caranya? Sebagai guru mari kita mau membuka diri dan melihat secara jernih apa yang menjadi harapan siswa dalam diri kita

sumber :http://www.google.co.id/search?hl=id&q=Peran+guru+dalam+pengadministrasian&btnG=Telusuri&meta=

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?p=925#more-925



Mencari Sosok Guru Ideal

January 03, 2009 By: Susan 27

Oleh: Wijaya Kusumah

Guru ideal adalah dambaan peserta didik. Guru ideal adalah sosok guru yang mampu untuk menjadi panutan dan selalu memberikan keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya.

Guru ideal adalah guru yang mengusai ilmunya dengan baik. Mampu menjelaskan dengan baik apa yang diajarkannya. Disukai oleh peserta didiknya karena cara mengajarnya yang enak didengar dan mudah dipahami. Ilmunya mengalir deras dan terus bersemi di hati para anak didiknya. Benarkah sosok itu ada? Lalu seperti apakah sosok guru ideal yang diperlukan saat ini?

Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Salam, Sapa, Sopan, Senyum, dan Sabar).

Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca otaknya seperti komputer atau ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar. Akan terlihat wawasan guru yang rajin membaca, dari cara bicara dan menyampaikan pengajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah kepingan mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis, mengapa? Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri. Menulis itu ibarat pisau yang kalau tidak sering diasah, maka akan tumpul dan berkarat. Guru yang rajin menulis, akan mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam, layaknya sebilah pisau. Tulisannya sangat menyentuh hati, dan bermakna. Runut serta mudah dicerna bagi siapa saja yang membacanya.

Ketiga, Guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja termasuk pemiliknya. Pedang yang tajam bisa berguna untuk membantu guru menghadapi hidup ini, namun bisa juga sebagai pembunuh dirinya sendiri. Bagi guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak akan banyak prestasi yang ia raih dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu guru harus sensitif terhadap waktu. Detik demi detik waktunya teratur dan terjaga dari sesuatu yang kurang baik serta sangat berharga. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktu dengan baik.

Keempat, Guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Guru malas mencoba sesuatu yang baru dalam pembelajarannya. Dia merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatpun dari tahun ke tahun sama, hanya sekedar copy and paste tanggal dan tahun saja. RPP tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan. Untuk melakukan suatu proses kreatif dibutuhkan kemauan untuk melakukan inovasi yang terus menerus, tiada henti.Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirnya sendiri. Apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti tentang apa yang dia sampaikan? Dia selalu memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya. Dia selalu memperbaiki proses pembelajarannya melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya. Dia senantiasa belajar sepanjang hayat hidupnya.

Terakhir, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah: kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, kecerdasan motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Mengapa? Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses, segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Jujur bukanlah kebijakan yang terbaik, tetapi jujur adalah satu-satunya kebijakan. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain itu kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois, dan tidak memperdulikan orang lain. Dia harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah, tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.

Wijaya Kusumah
Guru SMP Labschool Jakarta

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?p=951#more-951



Bagaimana Menjadi Guru yang Baik (Profesional)?

January 03, 2009 By: Susan 27

Tidak mudah menjadi guru yang baik, dikagumi dan dihormati oleh anak didik, masyarakat sekitar dan rekan seprofesi. 
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan sebagai guru yang baik dan berhasil.

Pertama. Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika berbicara di muka kelasa tidak membuka catatan atau buku pegangan sama sekali. Berbicaralah yang jelas dan lancar sehingga terkesan di hati siswa bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari materi yang disampaikan.

Kedua. Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar, memiliki tingkat kepandaian yang berbeda-beda. 
Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat lambat bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita memiliki kesadaran ini, maka sudah bisa dipastikan kita akan memiliki kesabaran yang tinggi untuk menampung pertanyaan-pertanyaan dari anak didik kita. Carilah cara sederhana untuk menjelaskan pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah dengan contoh-contoh sederhana yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari walaupun mungkin contoh-contoh itu agak konyol.

Ketiga. Berusahalah selalu ceria di muka kelas. Jangan membawa persoalan-persoalan yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas sewaktu kita mulai dan sedang mengajar.

Keempat. Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan mudah tersinggung karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah remaja yang masih sangat labil emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari daerah dan budaya yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan kita, apalagi mungkin pendidikan di rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan kebiasaan kita. Marah di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, siswa menjadi tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran yang kita berikan.

Kelima. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. Jangan memarahi siswa yang yang terlalu sering bertanya. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa dengan baik. Jika suatu saat ada pertanyaan dari siswa yang tidak siap dijawab, berlakulah jujur. Berjanjilah untuk dapat menjawabnya dengan benar pada kesempatan lain sementara kita berusaha mencari jawaban tersebut. Janganlah merasa malu karena hal ini. Ingat sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan. Tapi usahakan hal seperti ini jangan terlalu sering terjadi. Untuk menghindari kejadian seperti ini, berusahalah untuk banyak membaca dan belajar lagi. Jangan bosan belajar. Janganlah menutupi kelemahan kita dengan cara marah-marah bila ada anak yang bertanya sehingga menjadikan anak tidak berani bertanya lagi. Jika siswa sudah tidak beranibertanya, jangan harap pendidikan/pengajaran kita akan berhasil. Keenam. Memiliki rasa malu dan rasa takut. Untuk menjadi guru yang baik, maka seorang guru harus memiliki sifat ini. Dalam hal ini yang dimaksud rasa malu adalah malu untuk melakukan perbuatan salah, sementara rasa takut adalah takut dari akibat perbuatan salah yang kita lakukan. Dengan memiliki kedua sifat ini maka setiap perbuatan yang akan kita lakukan akan lebih mudah kita kendalikan dan dipertimbangkan kembali apakah akan terus dilakukan atau tidak.

Ketujuh. Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri ini banyak semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi kenyataannya negeri ini belum mampu/mau menyejahterakan kehidupan guru. Kita harus bisa menerima kenyataan ini, jangan membandingkan penghasilan dari jerih payah kita dengan penghasilan orang lain/pegawai dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana dan jika masih belum mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang tidak merigikan orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan gunjingan orang lain, ingatlah pepatah “anjing menggonggong bajaj berlalu.”

Kedelapan. Tidak sombong.Tidak menyombongkan diri di hadapan murid/jangan membanggakan diri sendiri, baik ketika sedang mengajar ataupun berada di lingkungan lain. Jangan mencemoohkan siswa yang tidak pandai di kelas dan jangan mempermalukan siswa (yang salah sekalipun) di muka orang banyak. Namun pangillah siswa yang bersalah dan bicaralah dengan baik-baik, tidak berbicara dan berlaku kasar pada siswa.

Kesembilan. Berlakulah adil. Berusahalah berlaku adil dalam memberi penilaian kepada siswa. Jangan membeda-bedakan siswa yang pandai/mampu dan siswa yang kurang pandai/kurang mampu Serta tidak memuji secara berlebihan terhadap siswa yang pandai di hadapan siswa yang kurang pandai.

http://zainurie.wordpress.com/2007/05/02/bagaimana-menjadi-guru-yang-baik-pr

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?p=937#more-937

Menjadi Guru Efektif

January 03, 2009 By: Istiara_27

Selain mengajar dan mendidik siswanya, guru juga merupakan orang tua kedua di sekolah. Guru diharapkan dapat membantu siswanya dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dialami siswanya. Cara yang konstruktif dalam membantu murid menyelesaikan masalahnya misalnya dengan melakukan hal-hal berikut :

Mendengar pasif (Diam). Hal ini merupakan pesan nonverbal yang kuat yang membuat murid merasa diterima dengan tulus dan mendorongnya mengungkapkan masalah dengan lebih dalam. Tapi diam tidak membuktikan bahwa Anda benar-benar menaruh perhatian atau mengerti. 

Respon Pengakuan. Isyarat non verbal (mengangguk, mengerutkan dahi, tersenyum) dan isyarat verbal (”Oh”, “Saya tahu”) memberitahu murid bahwa anda benar mendengarkan dan menyatakan bahwa anda masih memperhatikan dan anda tertarik (empati). Tapi tidak membuktikan bahwa guru memahami masalahnya. 

Kunci Pembuka, Ajakan untuk Bicara. Hal ini memberikan dorongan tambahan agar murid berbicara lebih banyak, lebih dalam atau bahkan untuk mulai berbicara. Misal : “Apakah kau ingin membicarakan hal itu lebih lanjut ?”, “Itu sangat menarik, apa lagi ?”, “Sepertinya engkau mempunyai perasaan mendalam tentang hal itu”, “Saya terkesan dengan apa yang kau katakan”, “Apakah kau mau membicarakan hal itu ?”. Cara ini tidak efektif untuk menunjukkan suatu penerimaan, pengertian atau kehangatan. ‘Membuka pintu’ bukan menjaga ‘pintu tetap terbuka’. Bila terlalu sering digunakan akan menjadi klise. 
Mendengar Aktif (Umpan Balik). Membuktikan bahwa pendengar mengerti. Perlu diperhatikan bahwa apa yang dikatakan murid sering merupakan pesan yang telah disandikan. Sebagai contoh pertanyaan “Jam berapa sekarang” dapat berarti pesan bahwa “Saya lapar”. Dengan mendengar aktif murid dan anda akan tahu bahwa pesan yang disampaikan telah diterima dengan benar, dan tidak hanya merespon sandinya saja. 

Contoh : Murid : Sekolah ini tidak sebagus sekolah saya dulu. Murid-murid di sana sangat ramah.
Guru : Kau merasa dikesampingkan di sini.
Murid : Iya.
atau
Murid : Saya tak tahu apa yang akan saya ambil di perguruan tinggi nanti. Saya ingin mengambil teknik sipil, tapi ibuku ingin akau mengambil matematika.
Guru : Kau bimbang antara keinginanmu dan keinginan ibumu.
Murid : He-eh.

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?p=961#more-961



Tugas dan Peranan Guru dalam Manajemen Sekolah

January 05, 2009 By: anisatun27

Fungsi dan peranan guru yang utama adalah mentransfer ilmu kepada siswa dalam proses belajar mengajar di ruang kelas, dan partisipasinya dalam pengembangan sekolah.

Tugas guru, dikelompokkan menjadi 3 Jenis, yaitu:

Tugas dalam bidang profesi

Tugas dalam Kemanusiaan

Tugas dalam bidang kemasyarakatan


Tugas Guru dalam bidang profesi, meliputi :

Mengajar

Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah.

Mendidik

Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter),

Melatih

Mengembangkan keterampilan


Tugas guru sebagai pengajar memiliki peran tertentu dalam kaitannya dengan Manajemen sekolah yang meliputi :

- Peran Guru dalam Managemen Kelas

- Pengadministrasian

- secara psikologis

Sumber : http://manajemensekolah.teknodik.net/?m=200901

Memfungsikan Laboratorium Komputer sebagai Laboratorium Bahasa

Memiliki laboratorium bahasa terutama laboratorium bahasa yang mendukung Audio Visual untuk mendukung pembelajaran bahasa (terutama bahasa asing) bagi siswa merupakan impian bagi semua sekolah, terlebih bagi guru bidang mata pelajaran bahasa. Namun sayang karena biaya untuk pengadaan perangkat laboratorium bahasa sangat mahal maka tidak semua sekolah dapat memiliki laboratorium bahasa. Namun sebenarnya dengan teknologi jaringan komputer khususnya teknologi Voice Over Internet Protocol (VoIP) laboratorium komputer dapat difungsikan sebagai laboratorium bahasa. Sebagaimana kita ketahui dijadikannya teknologi informasi dan komputer (TIK) sebagai mata pelajaran wajib di sekolah mulai dari jenjang SMP maka hampir semua sekolah memiliki laboraotrium komputer. Oleh karena itu memiliki laboratorium bahasa sebenarnya bukan hanya impian bagi semua sekolah, tapi merupakan hal yang sangat mudah dimiliki.
Agar laboratorium komputer dapat difungsikan sebagai laboratorium bahasa maka laboratorium komputer harus terhubung dalam suatu jaringan (LAN / Local Area Network), kemudian diperlukan juga software untuk mendukung VoIP, dan headset (Microphone dan Headphone) pada setiap komputer. Jika laboratorium komputer di sekolah belum terhubung (belum di-LAN-kan) maka sekolah perlu menyediakan perangkat jaringan yaitu :
- LANCard untuk setiap komputer
- Connector RJ45 (2 buah per komputer)
- Kabel UTP
- Hub / Switch
Biaya untuk pengadaan perangkat ini tidak terlalu besar, yakni LANCard harganya sekitar Rp. 50.000,00/buah, RJ45 Rp. 1.500,00/buah, Kabel UTP sekitar Rp. 2.500,00/meter, dan Hub/Switch harganya berkisar antara Rp. 300.000,00 s/d Rp. 700.000,00. Setelah tersedia perangkat-perangkat jaringan maka sekolah dapat memasang jaringan dengan menggunakan jasa orang yang ahli dalam pemasangan jaringan.


Jika komputer-komputer di laboratorium sudah terhubung dalam LAN, maka selanjutnya tinggal memasang perangkat lunak untuk mendukung VoIP. Terdapat banyak perangkat lunak untuk mendukung VoIP yang dapat di-download di internet seperti Ventrilo, SpeakFreely, Netphone, dsb. Setelah perngkat lunak tersebut dipasang pada setiap komputer maka laboratorium komputer kini dapat difungsikan sebagai laboratorium bahasa.
Beberapa perangkat lunak menyediakan fasilitas yang dapat memfungsikan sebuah komputer sebagai Server yang dapat mengelola komunikasi komputer yang lainnya, misalnya Ventrillo. Ventrillo juga menyediakan fasilitas “Teks to Speak”, yaitu suatu komputer (pengguna) mengirim pesan dalam bentuk teks kepada komputer lainnya. Tapi komputer penerima menerimanya sebagai pesan suara (Voice).
Untuk melengkapi kecanggihan laboratorium bahasa maka pada setiap komputer juga dapat dipasang program pembelajaran bahasa, seperti Learn to Speak English atau Tell Me More. Kedua program ini memiliki banyak fitur untuk belajar Bahasa Inggris. Salah satunya kemampuan untuk memeriksa ketepatan ucapan pengguna dibandingkan dengan Native Speaker.
Semoga bermanfaat, selamat mencoba.

Info:

Ventrilo dapat didownload di http://www.ventrilo.com .

Tulisan ini dikirim pada pada Minggu, Desember 16th, 2007 12:42 am

Sumber : http://asepsuhendar.wordpress.com/2007/12/16/memfungsikan-laboratorium-komputer-sebagai-laboratorium-bahasa/